Woensdag 13 Maart 2013

salah satu peraturan yang d keluarkan bank indonesia tentang perbankan, No,PBI

Terkait dengan kedudukan Bank Indonesia dalam konstitusi, terdapat aspek lain yang perlu mendapat perhatian, yaitu mengenai kedudukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam tata peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (3) UU No.3/2004 menyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan badan hukum publik yang berwenang menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Mengenai jenis peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia, dari Pasal 1 angka 8 dan angka 9 diketahui bahwa Bank Indonesia mengeluarkan peraturan Dewan Gubernur (PDG).[1]
Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara. Dengan demikian Peraturan Bank Indonesia mengikat semua orang/badan. Sedangkan Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang memuat aturan-aturan intern. Peraturan ini tidak berlaku terhadap setiap orang, hanya berlaku bagi internal Bank Indonesia.[2]
Di dalam UU No.23/1999 jo UU No.3/2004 sedikitnya terdapat 11 pasal yang secara tegas mengamanatkan agar masalah tertentu diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.[3] Hal ini sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan peraturan/penetapan (power to regulate) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (power to impose sanctions).[4]
Berkenaan dengan kedudukan Peraturan Bank Indonesia sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang, patut dikemukakan bahwa Peraturan Bank Indonesia sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Hal ini juga terkait dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen.[5]
Mengenai kedudukan Peraturan Bank Indonesia ini, Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” menyatakan:
“Apabila disepakati bahwa Bank Indonesia berada dalam lingkup kekuasaan eksekutif dan kedudukannya tidak setara dengan lembaga presiden, maka tentunya produk hukumnya (PBI) tidak dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun apabila ditinjau dari fungsinya, yaitu sebagai ketentuan pelaksana undang-undang, maka Peraturan Bank Indonesia seharusnya dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 hanya mengatur bahwa: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yan lebih tinggi”. Di dalam penjelasan ayat ini, Peraturan Bank Indonesia antara lain dikelompokan dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa PERMA tentunya tidak dapat dianalogikan dengan Peraturan Bank Indonesia, karena PERMA tidak mengatur substansi hukum materil, tetapi hanya menyangkut hukum proseduril. Namun, apakah Peraturan Bank Indonesia dengan demikian dapat disetarakan dengan Peraturan Pemerintah dengan alasan bahwa secara analogi  Peraturan Bank Indonesia adalah perangkat aturan pelaksana undang-undang (UU BI dan UU lainnya)? Kalaupun jawabnya Peraturan Bank Indonesia tidak dapat disetarakan dengan PP, namun untuk lingkup tugas yang menjadi kewenangan Bank Indonesia, maka Peraturan Bank Indonesia harus dapat mengenyampingkan PP atau sebaliknya PP tidak boleh mengatur hal-hal yang menjadi lingkup tugas dan wewenang Bank Indonesia”.[6]
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Bank Indonesia ini merupakan sebuah konsekuensi logis yang merupakan hasil dari kedudukan Bank Indonesia yang independen. Undang-undang No.23/1999 jo UU No.3/2004 memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengeluarkan peraturan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia untuk mengatur aspek-aspek yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Sebagai produk hukum yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang maka kedudukan Peraturan Bank Indonesia tidak dapat dikesampingkan oleh peraturan pelaksana lainnya.[7]
Dalam literatur lain Hendra Nurtjahjo, dkk menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Eksistensi Bank Sentral dalam Konstitusi Berbagai Negara (Pembahasan Kemandirian Bank Indonesia dalam Perspektif Hukum Tata Negara)”, bahwa Peraturan Bank Indonesia memiliki sifat mengikat sebagaimana diperintahkan langsung oleh Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yang secara langsung memerintahkan hal tersebut kepada Bank Indonesia. Dalam hal ini dikatakan bahwa Bank Indonesia dapat menjadi Self Regulatory Body dengan tetap mempertanggungjawabkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[8]
Selain itu dikatakan bahwa kedudukan Peraturan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini merupakan konsekuensi dari tidak sejajarnya Gubernur Bank Indonesia dan Presiden. Namun, Peraturan Bank Indonesia dapat lahir dari Undang-undang maupun dari Peraturan Pemerintah.[9]
Masih terkait dengan kedudukan Peraturan Bank Indonesia ini, salah satu staf pengajar Mata Kuliah Ilmu Perundang-undangan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sony Maulana, S., S.H., M.H., menyatakan bahwa pada dasarnya belum ada pakar yang berani untuk memberikan kedudukan pasti Peraturan Bank Indonesia tersebut.[10]
Yang paling penting dari pembahasan mengenai hierarki tersebut adalah apabila terjadi penyalahgunaan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia hanya berwenang mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dalam hal yang terkait dengan tugas Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UU No.23/1999.[11]
Menurutnya, perlu diperhatikan pula mengenai sumber pemberian kewenangan dari peraturan otonom tersebut. Sehingga apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa Peraturan Bank Indonesia sejajar dengan Peraturan Pemerintah, dengan alasan bahwa Peraturan Bank Indonesia menjalankan undang-undang, maka alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena sebenarnya Peraturan Daerah pun juga menjalankan undang-undang. Namun Peraturan Daerah pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004[12] tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hierarki perundang-undangan Republik Indonesia berada di bawah Peraturan Pemerintah, tidak sejajar.[13]
Mengenai peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, Maria Farida Indrati S., dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1” mengatakan bahwa terdapat dua kelompok norma hukum, yaitu peraturan pelaksanaan (Verordung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung).[14] Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.[15]
Yang dimaksud dengan atribusi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan (attributie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan olehGrondwet (Undang-Undang Dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga Negara/pemerintahan. Kewenangan tersebut melekat terus-menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan.[16]
Sedangkan delegasi kewenangan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan (delegatie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak dinyatakan dengan tegas.[17]
Kewenangan delegasi ini berbeda dengan kewenangan atribusi, dimana pada kewenangan delegasi kewenangan tersebut tidak diberikan, melainkan “diwakilkan”, dan selain itu kewenangan delegasi ini bersifat sementara dalam arti kewenangan ini dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada.[18]
Dari pengertian kedua kelompok norma hukum tersebut, yaitu peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom, maka Peraturan Bank Indonesia merupakan peraturan otonom, yang mana bersumber dari kewenangan atribusi. Dimana pemberian kewenangan tersebut diberikan dari Undang-Undang (wet) kepada suatu lembaga Negara yang dalam hal ini Bank Indonesia. Hal ini juga ditegaskan oleh Sony Maulana S., dalam wawancaranya dengan penulis.
Namun, dalam wawancara penulis dengan Prof Maria di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia beliau mengatakan bahwa Peraturan Bank Indonesia tidak dapat dimasukkan ke dalam hierarki perundangan nasional, karena sebagai lembaga negara yang independen, Peraturan Bank Indonesia tersebut mempunyai hierarki tersendiri. Yaitu dari mulai Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Dewan Gubernur serta peraturan-peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia lainnya.
Mengenai peraturan perundang-undangan ini Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S. H., berpendapat bahwa Dalam rangka penyusunan tertib peraturan perundang-undangan yang baru, perlu dibedakan dengan tegas antara putusan-putusan yang bersifat mengatur (regeling) dari putusan-putusan yang bersifat penetapan administratif (beschikking).[19]
Semua pejabat tinggi pemerintahan yang memegang kedudukan politis berwenang mengeluarkan keputusan-keputusan yang bersifat administratif, misalnya untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat, membentuk dan membubarkan kepanitiaan, dan sebagainya. Secara hukum, semua jenis putusan tersebut dianggap penting dalam perkembangan hukum nasional.[20]
Akan tetapi, pengertian peraturan perundang-undangan dalam arti sempit perlu dibatasi ataupun sekurang-kurangnya dibedakan secara tegas karena elemen pengaturan (regeling) kepentingan publik dan menyangkut hubungan-hubungan hukum atau hubungan hak dan kewajiban di antara sesama warganegara dan antara warganegara dengan negara dan pemerintah. Elemen pengaturan (regeling) inilah yang seharusnya dijadikan kriteria suatu materi hukum dapat diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan sesuai dengan tingkatannya secara hirarkis.[21]
Dalam wawancara penulis pada situs resmi rof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S. H., beliau menambahkan bahwa:
Dlm UU No.10/2004 Peraturan Bank Indonesia (PBI) tdk disebut secara khusus, tapi kedudukannya sbg “subordinate legislation” yg melaksanakan & mendapat delegasi kewenangan mengatur (delegation of rule-making power) dari UU, sehingga dapat dikatakan berada di bawah UU. Sebagai peraturan pelaksana UU, PBI tdk dapat dibatalkan oleh PP, sehingga oleh sebab itu, dapat saja disebut sejajar dg PP yg juga merupakan peraturan pelaksana UU. Baik PP maupun PBI, seperti juga peraturan MA (PERMA) dan peraturan MK (PMK) hanya dpt ditetapkan jika mengatur hal2 yg memang secara eksplisit diperintahkan pengaturannya lebih lanjut oleh UU. Inilah yg biasa saya sebut “hirarki fungsional” dimana urutan hirarki ditentukan berdasarkan prinsip “delegation and subdelegation of rule-making power”. Sdgkan hirarki yang biasa adalah hirarki struktural yg secara formal telah ditentukan urutannya oleh UU No. 10/2004, yaitu (i) UUD (ii) UU & Perpu, (iii) PP, (iv) Perpres, dan (v) Perda.[22]

[1] Agus Santoso dan Anton Purba, “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Buletin Hukum Perbankan dan Perbansentralan, Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2006)., hal. 12
[2] Ibid.
[3] Pasal-pasal tersebut adalah: Pelaksanaan pembawaan uang rupiah dalam jumlah tertentu keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia (Pasal.3 ayat (2)); Pelaksanaan pengendalian moneter (Pasal. 10 ayat (3)); Pengaturan mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari (Pasal. 11 ayat (3)); Pengaturan mengenai pelaksanaan survei untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Pasal. 14 ayat (5)); kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran  (Pasal. 15 ayat (2)); Pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing (Pasal. 17 ayat (2)); Penyelenggaraan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing (Pasal. 18 ayat (3)); Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran (Pasal. 23 ayat (5)); Pelaksanaan kewenangan menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian (Pasal 25 ayat (2)); Syarat-syarat  bagi pihak lain yang ditugasu oleh Bank Indonesia (Pasal 30 ayat (3)); dan Pelaksanaan sanksi administratif (Pasal 72 ayat (3)).
[4] Santoso, Ibid.
[5] Ibid.
[6] Dikutip langsung dari Santoso, Ibid., hal. 11-12.
[7] Ibid., hal.13-14.
[8] Nurtjahjo, et al., Eksistensi Bank Sentral dalam Konstitusi Berbagai Negara (Pembahasan Kemandirian dalam Perspektif Hukum Tata Negara), hal. 95.
[9] Ibid., hal. 90.
[10] Hasil wawancara penulis dengan Sony Maulana S., S.H., M.H., pada pukul 15.20 WIB, tanggal 30 April 2008 di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
[11] Ibid. Pasal 8 UU No.3/1999 menyebutkan bahwa tugas Bank Indonesia adalah: (i) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; (ii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (iii) mengatur dan mengawasi bank. Lihat: Indonesia,Undang-Undang Tentang Bank Indonesia, No. 23 Tahun 1999, Op. Cit., ps.8.
[12] Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa “Jenis hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  3. Peraturan Pemerintah;
  4. Peraturan Presiden;
  5. Peraturan Daerah.
[13] Hasil wawancara, Ibid.
[14] Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan) Jilid 1.(Yogyakarta: Kanisius), 2007.
[15] Ibid.
[16] Ibid., Maria Farida mencontohkan dalam bukunya tersebut mengenai atribusi kewenangan ini, yaitu: (i) UUD 1945 dalam pasal 2 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti UU jika terjadi “hal ihwal yang memaksa”; (ii) UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 136 memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk Peraturan Daerah dengan sanksi pidana setinggi-tingginya 6 (enam) bulan kurungan dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
[17] Ibid., Hal. 56. Maria Farida mencontohkan dalam bukunya tersebut mengenai delegasi kewenangan ini, yaitu: (i) Pasal 5 ayat () UUD 1945 yang merumuskan, “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”; (ii) Pasal 146 ayat (1) UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merumuskan, “Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan Kepala Daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.

tugas dan fungsi bank indonesia dalam perbankan indonesia

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:

 1.   Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
 2.   Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
 3.   Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.

MISI, VISI BANK INDONESIA


:: Misi
Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.
:: Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
:: Nilai-Nilai Strategis
Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas - Kebersamaan (KITA - Kompak)
:: Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
  1. Terpeliharanya Kestabilan Moneter
  2. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
  3. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel
  4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
  5. Memelihara SSK : (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank, surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi
  6. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
  7. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi
  8. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan kerangka hukum
  9. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.

STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA


 Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Kegiatan Operasional Bank


Dalam menjaga industri perbankan tetap berjalan sehat dan menangkal munculnya fraud, bank perlu memerhatikan dan meningkatkan kontrol internal untuk kegiatan operasional yang rawan penyimpangan. Paulus Yoga
Jakarta–Bank Indonesia (BI) melihat, dalam menjalankan bisnisnya, bank masih harus memperbaiki beberapa hal dalam mencegah munculnya fraud atau kejahatan perbankan, utamanya dalam kegiatan operasional yang rawan terjadinya kejahatan atau penyimpangan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Direktorat Perijinan dan Informasi Perbankan BI Joni Swastanto, dalam Seminar Sehari: “Modus Kejahatan Perbankan dan Mitigasi Risikonya,” di Kantor Pusat Bank Bukopin, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2011.
“Pemicu utama permasalahan yang terjadi pada beberapa bank antara lain karena tidak menerapkan sepenuhnya prudential principles (prinsip kehati-hatian) dalam kegiatan operasional, rendahnya integritas pejabat, satuan kerja audit intern tidak berfungsii danlaw enforcement masih lemah,” paparnya.
BI menggaris bawahi beberapa hal terkait dengan kegiatan operasional yang rawan tersebut adalah sebagai berikut:
- Perkreditan atau pembiayaan, itu termasuk di dalamnya debitur fiktif, debitur topengan, agunan fiktif, BMPK (batas maksimal pemberian kredit), penyuapan, dokumen kredit cacat hukum.
- Pendanaan atau funding, di antaranya bilyet deposito palsu atau dipalsukan, penyalahgunaan bilyet deposito, transaksi deposito fiktif.
- Jasa atau services, ada beberapa hal, yaitu, penggandaan dokumen transfer, tagihan kartu kredit bermasalah, letter of credit (L/C) fiktif, perubahan RTGS (real time gross settlement).
- Aktivitas pembukuan atau akuntansi, antara lain pembebanan biaya bank untuk kepentingan pribadi, pengakuan pendapatan tidak riil tanpa koreksi, tidak melakukan pencatatan, mark up biaya, pencatatan transaksi fiktif.
- Penyalahgunaan password, itu pembukaan brankas di pagi hari dan penutupannya di sore hari oleh pejabat tidak berwenang disertai penyerahan password.
“Untuk itu perlu upaya preventif atau mitigasi. Peran perbankan dengan peningkatan internal control dan satuan kerja audit intern, penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), prinsip know your employee, peningkatan peran direktur kepatuhan, dan penerapan whistle blower,” tandas Joni.
Sementara masyarakat sendiri, lanjutnya, juga bisa melaukan pengawasan melalui laporan publikasi yang wajib dimuat di surat kabar yang mempunyai peredaran luas. Sedangkan BI akan turut serta dalam regulasi perbankan, pengawasan baik on sitemaupun off site supervision, pun dalam pemberian sanksi. (*)

Pengertian, klasifikasi, tugas, fungsi, kegiatan serta peranan Bank


Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang  Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1 ) Bank Sentral
Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
2 ) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).
3 ) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.
1 ) Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2 ) Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
3 ) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.
Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
1 ) Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.
Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2 ) Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada  kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.
Tugas Bank
a.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
1. Menetapkan sasaran monter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkannya.
2. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara termasuk tetapi tidak terbatas pada :
- Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing
- Penetapan tingkat diskonto
- Penetapan cadangan wajib minimum dan
- Pengaturan kredit dan pembiayaan
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
1. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas jasa sisa pembayaran
2. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya
3. Menetapkan penggunaan alat pembayaran
c. Mengatur dan mengawasi bank
Fungsi Bank
Fungsi bank secara umum adalah menghimpun dana dari masyrakat luas(funding) dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit(lending) untuk berbagai tujuan. Tetapi sebenarnya fungsi bank dapat dijelaskan dengan lebih spesifik seperti yang diungkapkan oleh Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso (2006), yaitu sebagai berikut :
-          Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana.
-          Agent of Development
Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
-          Agent of Service
Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat seperti jasa pengiriman uang , jasa penitipa n barang berharga, dll.

Fungsi dan Peranan Bank Sentral

Fungsi-fungsi bank sentral/ umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1.    Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2.    Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3.    Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4.    Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5.    Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6.    Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
A. KEGIATAN BANK UMUM
Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
1.  Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke­ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a.        Simpanan Giro (Demand Deposit),
b.        Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
c.         Simpanan Deposito (Time Deposit),
2.  Menyalurkan Dana (Lending)
Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :
a.      Kredit Investasi,
b.      Kredit Modal Kerja,
c.       Kredit Perdagangan
d.      Kredit Produktif,
e.      Kredit Konsumtif,
f.        Kredit Profesi
3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim­panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini  ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :
a.    Kiriman Uang (Transfer)
b.    Kliring (Clearing)
c.     Inkaso (Collection)
d.    Safe Deposit Box
e.    Bank Card (Kartu kredit)
f.     Bank Notes
g.    Bank Garansi
h.    Bank Draft
i.     Letter of Credit (L/C)
j.     Cek Wisata (Travellers Cheque)
k.     Menerima setoran-setoran.
l.     Melayani pembayaran-pembayaran.
m.   Bermain di dalam pasar modal.
B. KEGIATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilaku­kan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
-    Simpanan Tabungan
-    Simpanan Deposito
2.  Menyalurkan dana dalam bentuk :
-    Kredit Investasi
-    Kredit Modal Kerja
-    Kredit Perdagangan
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal­-hal sebagai berikut :
-    Menerima Simpanan Giro
-    Mengikuti Miring
-    Melakukan Kegiatan Valbta Asing
-    Melakukan kegiatan Perasuransian
C. KEGIATAN BANK CAMPURAN DAN BANK ASING
Bank-bank asing dan bank campuran yang bergerak di Indonesia adalah jelas bank umum. Kegiatan bank asing dan bank campuran, memiliki tugasnya sama dengan bank umum lainnya. Yang mem­bedakan kegiatannya dengan bank umum milik Indonesia adalah mereka lebih dikhususkan dalam bidang-bidang tertentu dan ada la­rangan tertentu pula dalam melakukan kegiatannya.
Adapun kegiatan bank asing dan bank campuran di Indonesia dewasa ini adalah :
1.      Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran juga mem­buka simpanan.giro dan simpanan deposito namun dilarang menerima simpanan dalam bentuk tabungan.
2.      Dalam hal pemberian kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu saja seperti dalam bidang :
-    Perdagangan Internasional
-    Bidang Industri dan Produksi
-    Penanaman Modal Asing/Campuran
-    Kredit yang tidak dapat dipenuhi oleh bank swasta nasional.
3.      Sedangkan khusus untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilaku­kan oleh bank umum campuran dan asing sebagaimana layaknya bank umum yang ada di Indonesia seperti berikut ini :
-    Jasa Transfer­Jasa Miring
-    Jasa Inkaso
-    Jasa Jual Beli Valuta Asing
-    Jasa Bank Card (kartu kredit)
-    Jasa Bank Draft
-    Jasa Safe Deposit Box
-    Jasa Pembukaan dan Pembayaran L/C
-    Jasa Bank Garansi
-    Jasa Bank Notes
-    Jasa Jual Beli Travellers Cheque
-    dan jasa bank umum lainnya
Adapun Kebijakan-kebijakan yang diambil Bank Indonesia yakni :
A. Kebijakan penguatan stabilitas moneter
BI mengarahkan suku bunga BI Rate yang konsisten dengan tingkat inflasi yakni 5% plus minus 1% di 2011. Dan terus mewaspadai tekanan
inflasi kedepan, sekaligus melakukan normalisasi atas beberapa kebijakan pada saat krisis. Kerbijakan tersebut mencakup:
1. Penerapan kembali saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek. (Rekening Vostro)
2. Pencabutan ketentuan penyediaan pasokan valas bagi perusahaan domestik
B. Kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan
Ini ditujukan untuk mendorong perbankan lebih efisien dan transparan serta membuka financial inclusion. Kebijakan ini mencakup:
1. Penerapan standar operasi administrasi sekuritisasi KPR
2. Pemberlakuan kebijakan pengumuman suku bunga kredit ke masyarakat (prime lending rate)
3. ATMR bank umum yang lebih rendah untuk UMKM dan Ritel
4. Pengaturan, Perijinan dan Pengawasan Biro Kredit Swasta.
Adapun priogram inisiatif intermediasi meliputi.
1. Program BPD Regional Champion
2. Perluasan akses financial inclusion
C. Kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan.
Kebijakan ini dalam rangka menghadapi persaingan yang mengacu pada Good Corporate Governance. Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan aturan fit and proper test bankir
2. Peningkatan fungsi kepatuhan Bank Umum
3. Perhitungan ATMR dengan pendekatan standar 4. Penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas kerjasama dengan perusahaan asuransi (bancassurance). 5. Pengaturan penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah serta kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah 6. Penyempurnaan aturan restrukturisasi pembiayaan bank syariah dan UUS (unit usaha syariah)
7. Penyempurnaan batas maksimum pembiayaan dana BPR
8. Usaha bank umum menjadi BPR
9. Mendorong terwujudnya BPR berdaya saing tinggi dan good corporate governance.
D. Penguatabn kebijakan makro prudensial
Hal ini ditujukan untuk lebih memperkuat stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan ketentuan penggunaan informasi Rencana Bisnis Bank
2. Menaikkan rasio GWM Valas
3. Mengembalikan fasilitas FPJP ke kondisi normal
E. Peningkatan fungsi pengawasan
Ini diterapkan untuk meningkatkan evektifitas pengawasan khususnya early warning systemdan macroprudential supervision Kebijakan ini mencakup:
1. Penyempurnaan istem pengawasan bank berdasarkan risiko
2. Penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy)
3. Penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko